24 Maret 2018

Melaka 0 Mile


Enam kali memasuki teritorial Negara Kerajaan Malaysia, baru kali itu saya datang ke Melaka (Selanjutnya saya sebut Malaka, sebagaimana orang Indonesia menyebutnya demikian).  Foto berikut berlokasi di 0 Mile Malaka, semacam 0 KM Indonesia di Sabang. (Indonesia itu hebat, Indonesia itu besar, Indonesia itu luas. Karena luasnya Indonesia, saya belum memiliki kesempatan dan kemampuan untuk mengelilinginya dengan tidak sporadis. Bahkan belum juga saya sampai ke 0 KM Indonesia. Hmmmm.... mungkin sedikit ironis bagi saya selaku warga Negara Indonesia. Sebenarnya jika boleh memilih: saya lebih memilih datang ke Sabang 0 KM Indonesia, tapi mungkin saatnya belum tiba). Kedatangan saya ke Malaka ini hanya karena sebuah kesempatan belaka.   

Red Square
Malaysia merupakan negara Monarki Konstitusional yang terdiri atas federasi 13 Negara Bagian: (1) Johor, (2) Kedah, (3) Kelantan, (4) Melaka, (5) Negeri Sembilan, (6) Pahang, (7) Perak, (8) Perlis, (9) Pulau Pinang, (10) Sabah, (11) Sarawak, (12) Selangor, dan (13) Terengganu. Selain 13 Negara Bagian tersebut, Malaysia juga memiliki satu wilayah Teritori Federal, yaitu (1) Kuala Lumpur sebagai Ibu Kota, (2) Labuan, dan (3) Putrajaya sebagai Pusat Pemerintahan.


Ohya, kita hanya akan berbicara tentang Malaka. Akan saya tuturkan kembali kisah Malaka dari guide saya (panggil saja Pak Cik, seorang pensiunan militer Kerajaan Malaysia). Dahulu kala, sebelum menjadi "negara yang merdeka", Malaka merupakan bukti kebesaran Nusantara. Ada jejak historis yang ditemukan dalam kitab Sulalatus Salatin (Silsilah Para Raja), bahwa pendiri Malaka berasal dari Kerajaan Sriwijaya, yaitu  Parameswara, yang kemudian menjadi Sultan Malaka bergelar Iskandar Syah. 

The Stadhuys: Lantai 2 dan 3

Malaka merupakan Negara Bagian di Malaysia yang sarat akan peninggalan sejarah. Sebagai kota wisata dunia, Malaka dikenal luas oleh masyarakat internasional dengan pesona sejarah dan heritage yang dipertahankan atau dilestarikan keberadaannya. Banyak bangunan bersejarah peninggalan masa penjajahan (Portugis, Belanda, dan Inggris) yang masih kokoh dan tampak terawat dengan baik. Semacam Cagar Budaya yang sangat dipedulikan akan kelestariannya, demikianlah Malaka dipelihara oleh pemerintah setempat.
Christ Church: 1753

Salah satu kawasan ikonis favorit di Malaka adalah Dutch Square (semacam alun-alun peninggalan zaman Belanda), merupakan sentral Malaka yang menjadi destinasi utama bagi setiap  orang yang berkunjung ke Melaka. Tempat ini dikenal juga sebagai Red Square karena dikelilingi oleh bangunan-bangunan yang berwarna merah. Mulai dari  The Stadhuys, yaitu pusat pemerintahan/ Kantor Gubernur Hindia Belanda, berupa bangunan dengan eksterior berwarna  merah, yang saat ini difungsikan sebagai museum. Di sebelahnya, berdiri megah Christ Church, gereja Protestan tertua yang dibangun pada masa pendudukan Portugis di Malaka, juga berwarna merah. Warna merah bata dipadu kekhasan bangunan arsitektur kolonial yang klasik membuat saya betah konkow di teras lantai dua Stadhuys tersebut. Selain itu ada juga bangunan yang berfungsi semacam Kantor Pos, Melaka Art Gallery, Victoria Fountain, dan Malaysia Youth Museum.
***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar