24 Maret 2008

Mosaik Ayat-Ayat Cinta

Ulasan Puisi 

Berikut puisi karya tokoh Fahri dalam novel Ayat-Ayat Cinta. 
Walaupun ia seorang mahasiswa program doktoral di Universitas Al Azhar Mesir, Fahri tidak pandai menggaet perempuan. Akan tetapi, sebagai laki-laki normal ia memiliki perasaan cinta dalam hatinya, entah untuk siapa. Pada suatu malam di musim semi, ia menulis puisi berjudul Bidadariku. Tumpahan perasaan cintanya tersebut tertampung di buku hariannya. Perhatikan larik-larik puisi di bawah ini!

Bidadariku, 
Namamu tak terukir 
Dalam catatan harianku 
Asal usulmu tak hadir 
Dalam diskusi kehidupanku 
Wajah wujudmu tak terlukis 
Dalam sketsa mimpi-mimpiku 
Indah suaramu tak terekam 
Dalam pita batinku 
Namun kau hidup mengaliri 
Pori-pori cinta dan semangatku 
Sebab 
Kau adalah hadiah agung 
Dari Tuhan 
Untukku 
Bidadariku 

Fahri tidak tahu untuk siapa puisi itu ditulis, ia tidak mengacu satu nama sebagai gadis pujaaannya. Meskipun banyak gadis cantik dan terpelajar yang ia kenal, tidak pernah terbersit dalam hatinya untuk memiliki satu atau lebih di antara mereka. Sebagaimana tertera pada larik: 

/ Bidadariku,/ /Namamu tak terukir/ /Dalam catatan harianku/ 

Ia pun tidak pernah menentukan persyaratan tentang asal usul sang bidadari. Memikirkan dan membicarakannya juga tidak pernah.

 /Asal usulmu tak hadir/ /Dalam diskusi kehidupanku/ 

Bahkan ia tidak tahu bagaimana wujud bidadari yang dipujanya. Apalagi memimpikannya, wajahnya tidak pernah melintas dalam bayangannya. 

 /Wajah wujudmu tak terlukis/ /Dalam sketsa mimpi-mimpiku/ 

Hadirnya bidadari tersebut tidak terinspirasi oleh kemerduan suara siapa pun, Fahri tidak memiliki pencitraan suaranya. 

 /Indah suaramu tak terekam/ /Dalam pita batinku/ 

 Sebagaimana ia selalu berharap ada orang yang menyatakan cinta kepadanya, atau menawarkan seseorang untuk menjadi istrinya. Dan bidadari itu hidup dalam hati dan memacu semangat hidupnya.

/Namun kau hidup mengaliri/ Pori-pori cinta dan semangatku/ 

Bidadari itu tidak pernah ada namun ada dalam keyakinan Fahri. Karena ia yakin tentang jodoh yang diberikah Allah swt kepadanya. 

/Sebab/ /Kau adalah hadiah agung/ /Dari Tuhan/ /Untukku/ /Bidadariku/ 

 Selama ini ia memang tidak pernah berani mencintai seorang gadis pun karena dia selalu menganggap “Aku ini siapa? Aku hanya orang miskin dari desa. Anak penjual tape. Santri yang pernah mengabdikan diri di pondok pesantren, ...”. 

Begitulah pikiran Fahri tentang cinta. Eksistensinya sebagai mahasiswa Program Doktoral di Universitas Al Azhar Mesir tidak bisa diandalkan untuk urusan cinta. Akan tetapi dia hebat dalam pendidikan, dalam agama, dalam cita-cita, dan segala selain harta dan wanita.

Dan Bidadari dalam khayalan akhirnya akan menjadi kenyataan ketika Syeikh Ahmad menawarkan kepada Fahri untuk menikahi seorang gadis Turki-Jerman yang bernama Aisha.
***