17 Desember 2008

Lagu Jamu - Jamu

Suwe ora jamu  
2   3   2   3  
Jamu godhong telo  
2   1   2   3  
Suwe ora ketemu  
3   5   6   5  
Ketemu pisan gawe gelo  
4   2   1   6  

        Begitulah salah satu bait tembang Jawa yang sering mengalun di antara iringan gamelan. Gamelan spesialis pegangan saya bernama Slenthem. Lempengan besi, perunggu, atau perak berbentuk persegi panjang yang ditata sejajar menggantung di antara tali pengait. Di bawahnya terdapat tabung silinder dengan diameter permukaan yang berbeda sebagai pengatur nada. Tidak berbunyi nyaring namun keberadaannya sangat dibutuhkan sebagai penyelaras nada. 
        Fungsi slenthem sama dengan bass dalam alat musik modern. Slenthem bertempo lambat, tidak bisa dinamis seperti sharon, demung, atau peking. Dalam irama dangdut misalnya, slenthem tetap ”lombo” di antara pukulan-pukulan dinamis gamelan yang lain.  Itu adalah filosofi kesabaran dalam menjalani kehidupan. Bagaimana mengatur emosi di antara perbedaan derap dan irama hidup antarsesama. 
        Manusia harus mempertahankan karakter dan eksistensinya agar tetap survive dalam kerasnya kehidupan dunia. Manusia tidak boleh mudah terpengaruh apalagi latah atau mengekor orang lain. Jangan termakan peribahasa Ke mana angin deras bertiup, ke sana pula condongnya.  
        Syair tembang Jawa yang sederhana tersebut memberi amanat yang luar biasa kepada kita. Dalam syair tersebut diungkap keprihatinan terhadap sifat buruk manusia yang selalu mengecewakan orang lain. Bahkan mereka yang sudah lama tidak bertemu pun tetap mengecewakan dalam pertemuannya. Sayang sekali, betapa sulitnya membahagiakan orang lain. 
      Setiap melantunkan tembang itu saya selalu teringat oleh seseorang yang pernah menyampaikan pesan di ujung kematiannya. Waktu itu hari Selasa, sepuluh tahun yang lalu. Seorang murid meminta izin untuk memberikan puisi. Dengan senang hati saya menerimanya. Sesampai di rumah, ketika saya sedang beristirahat sambil membaca puisi tersebut: 

 ...  
Jadikan setiap pertemuan hanya makna 
 Lalu boleh kau katakan ”Selamat Tinggal
...  

        Saya berpikir: Alangkah indahnya hidup ini, jika dalam setiap jumpa manusia selalu bermakna,tidak saling menyakiti, tidak meninggalkan penyesalan. Tak ada beban apa pun walau harus berpisah atau meniggal dunia. Belum selesai apresiasiku, seseorang mengetuk pintu. Ia mengabarkan bahwa murid saya meninggal dunia, lelaki yang puisinya masih dalam genggamanku.  
***

4 komentar:

  1. permainan gamelan sangat popular di malaysia juga.. tentu lilis ni sangat mahir bermain alat musik ni kan..

    BalasHapus
  2. Oh iya..? Apa nama gamelan di Malaysia, Sir?
    Saya hanya sekedar suka, belum mahir. Masih belajar.
    Terima kasih telah berkunjung ke Blog saya.
    Salam persahabatan dari Indonesia...

    BalasHapus
  3. sama-sama..blog anda sungguh cantik dan kreatif. saya bangga dan setiap hari pasti saya singgah di blog anda untuk melihat cerita-cerita baru dari bangsa serumpun di Indonesia.. salam persahabatan dari Malaysia..sir.

    BalasHapus
  4. Kalo lagi pake kebaya dan main gamelan, kayaknya kok keliatan lebih manizs ya...

    BalasHapus