02 Juni 2017

Rasa itu Bernama Rindu

  
Bersama para siswi HWKS
Saat itu tahun 2015
Saya dan beberapa teman mendapat kesempatan dari sekolah untuk mendampingi Program Students Exchange di Hatyai Wittayakarn School (HWKS) Thailand (Sebelumnya saya juga sudah pernah datang ke kota ini dalam suatu muhibah).

Ada satu hal yang menggores rasa, ketika akan meninggalkan HWKS, saya merasa sedih saat  mendengar pertanyaan seorang murid.
 "Kapan Ibu akan kembali?"
 "Suatu saat saya akan kembali ke sini, insya Allah",  jawaban itu sebenarnya hanya sekadar untuk menenangkan sekaligus menyenangkan.
"Fii amanillah", katanya perlahan.
"Aamiin, terima kasih", lambaian tangan dan rasa berat hati semakin sesak.

Saya tinggalkan Hatyai dengan perasaan sedih. Sepanjang perjalanan kami terus berkomunikasi dengan sahabat melalui chat WA sampai memasuki border Sadao-Bukit Kayu Hitam. Karena di situlah batas akhir wilayah layanan internet yang saya gunakan. Deg. Sepi. Rasa tak karuan. Hati makin sedih. Serasa ada yang hilang dan tak kembali lagi.

Tahun berganti....

Saat ini tahun 2017. 
Tidak disangka-sangka, saya benar-benar bisa kembali ke Hatyai Wittayakarn School (HWKS) walaupun dalam acara silaturahmi biasa dan sebentar. Perasaan sangat senang dan bahagia. Banyak kemajuan dan perubahan yang terjadi. Sejak dari pintu gerbang sekolah saya mengamatinya dengan kagum. Perkembangan sekolah yang luar biasa. Tidak cukup hanya memperhatikan dari depan, tetapi  saya juga mengelilingi kompleks sekolah sampai di belakang dormitory bersama guide istimewa yang juga pejabat di sekolah tersebut, yaitu  Ustadz Sodeeq dan Ustadz Abdulloh Seng. Di belakang dormitory sedang dibangun rumah-rumah guru. Masih terngiang sahabat saya berkata: "Someday, kalau datang lagi ke sini tak perlu menginap di hotel. Di sini ada kamar yang siap ditempati."

HWKS terletak di Kota Hatyai, Provinsi Songkhla, Thailand. Ini adalah sekolah Islam terbesar di sana. Sekolah Islam terpadu dengan sistem boarding ini memiliki jaringan internasional dengan sekolah-sekolah Islam (JSIT) di berbagai negara, termasuk Indonesia. Saat pertama kali saya datang, sekolah ini hanya terintegrasi setingkat SMP-SMA (ada 6 jenjang kelas mulai dari matthayom 1 sampai dengan matthayom 6). Tahun ini mulai dibangun Elementary School. Semoga dapat selesai sesuai dengan rencana. Yang sangat menginspirasi dari HWKS adalah: di sana para guru masih relatif muda, agamis, pintar, kreatif, berdedikasi, dan  bermental pejuang. Para guru di sekolah ini sering juga berkunjung ke berbagai kota/provinsi di Indonesia dalam misi memajukan pendidikan di Hatyai. Bahkan, mereka belajar tentang olahraga panahan/memanah sebagai kegiatan ekstrakurikuler di Indonesia yang diimplementasikan sebagai mata pelajaran (intrakurikuler) di HWKS.


Di HWKS ada beberapa program yang berbeda dengan sekolah kami. Karena sekolah Islam dan boarding, para siswa di sini setiap hari melakukan salat lima waktu berjamaah. Termasuk salat subuh, dilanjutkan kajian agama sampai kira-kira pukul 06.00 waktu setempat yang sebenarnya sama juga dengan WIB. (Karena waktunya sama-sama GMT + 7. Jadi waktu Thailand sama dengan WIB (Waktu Indonesia Bagian Barat). Salat berjamaah dan kajian agama dilaksanakan di masjid yang berbeda antara siswa dan siswi. Setelah itu dilanjutkan makan pagi bersama di kantin dengan sistem bayar non-uang, tetapi menggunakan semacam kupon. Lalu kapan sekolah dimulai? Sekolah baru dimulai sekitar pukul 08.00 waktu setempat. Di sekolah ini para siswa menguasai bahasa Inggris, komputer, teknologi, dan agama yang kaffah.
Jam dunia menunjukkan waktu yang sama antara WIB dengan Thailand
Ini kali ke-4 saya datang ke Hatyai. Dan yang paling berkesan adalah kedatangan saya yang ke-4 ini. Malam terakhir di sana saya dijemput di hotel oleh para sahabat istimewa, walapun hanya sekadar bernostalgia berkeliling kota, jalan-jalan, "kongkow" di kafe menikmati makanan khas: tom yam yang kecut segar dan penuh rempah serta sari laut, minuman hangat, sambil berbincang tentang banyak hal. Seolah alur cerita flash back, kami juga mengingat kembali pelajaran bahasa yang dahulu pernah diajarkan di dalam mobil sepanjang perjalanan lintas batas dari dan ke Hatyai-Penang. 

Kejadian yang bikin tersenyum-senyum sendiri saat mengingatnya adalah: Ketika itu kami berkendara mobil dari Hatyai ke Penang. Saat kembali dari Penang itulah petugas border memeriksa paspor saya yang hampir kedaluwarsa dan petugas tersebut "marah-marah". Saat itu saya merasa cemas, khawatir tidak diperkenankan "pulang" ke Hatyai. Kemudian, sahabat saya menjelaskan kepada petugas itu bahwa saya adalah guru yang bertugas di sana dan dalam beberapa hari lagi akan kembali ke Indonesia. Lalu kami diizinkan melanjutkan perjalanan. Hmmmmm.... lega rasanya.

Kembali ke alur semula....

Esok paginya, saya meninggalkan Hatyai lagi. Perasaan yang sama dengan dua tahun lalu terulang kembali. Namun, datang dan pergi adalah sunatullah, maka jalanilah apa yang harus dijalani. Saya pun menikmatinya: duka dalam suka, suka dalam duka.

Duuuh.... kapan bisa kembali lagi ke sana?

05 Agustus 2016

Deklarasi FEvCI Chapter Jawa Timur dan Family Touring

Pengantar

Minggu, 31 Juli 2016 adalah hari bahagia bagi keluarga Ford Everest Club Indonesia (FEvCI) Chapter Jawa Timur. Hari itu, FEvCI Chapter Jawa Timur dideklarasikan di Bonderland (tempat wisata milik Koh Jacub Eko Setiawan) Pakisaji, Kabupaten Malang. Usai deklarasi dilanjutkan pengukuhan pengurus inti.  Pengukuhan dilakukan dengan memakaikan secara simbolis topi FEvCI (sebagai salah satu atribut resmi FEvCI Chapter Jawa Timur) oleh Penasihat kepada Ketua. Deklarasi tersebut dihadiri dan didukung oleh member FEvCI Jawa Timur (bersama keluarga masing-masing) yang berasal dari Surabaya, Sidoarjo, Bangkalan Madura, Jember, Malang Raya,Tuban, Jombang, dan Trenggalek dengan total keseluruhan 58 orang. 

Acara Deklarasi FEvCI Chapter Jawa Timur:

1. Pembukaan
2. Menyanyikan Lagu Indonesia Raya
3. Pidato Ketua Chapter
4. Pengukuhan Pengurus Inti
5. Pembacaan Ikrar Member FEvCI Jawa Timur
6. Pembacaan Doa
7. Tasyakuran dan Ramah Tamah
8. Mini Touring
9. Sayonara

Pengurus FEvCI Chapter Jawa Timur:

Penasihat:
Jacub Eko Setiawan (Kabupaten Malang)
Lilis Indrawati (Kota Malang)

Ketua Chapter: Dharma Sunyata (Surabaya)
Sekretaris: Isnaini Hadi Saputra (Jember)
Bendahara: Moh. Junaidi (Bangkalan)
Humas: Moch. Faried (Sidoarjo)

Korwil Sidoarjo: Trisnu Handono
Korwil Malang: Reza Kurniawan
Korwil Jember: M. Nazim
Korwil Jombang: Misbahudin
Korwil Trenggalek: Ati Aji
Korwil Tuban: Adi Suprayono

Photo by: Moh. Junaidi
Mini Touring

Setelah seremonial Deklarasi, dilanjutkan mini touring menjelajah desa, kebun, sawah, bukit, hutan, dan beberapa pantai di wilayah Malang Selatan. Destinasi utama kami adalah Pantai Kondang Merak karena memiliki tipologi wilayah yang kompleks, mulai dari tanjakan, turunan, jalan berbatu, kerikil tajam, jalan berliku, tanah becek nan licin, lumpur, pasir, hutan, dan pantai. Kondisi medan yang seperti itu merupakan kelemahan dan hambatan bagi sebagian orang, namun merupakan tantangan untuk kami, anggota Ford Everest Club Indonesia.
Photo by: Lis

Selain tantangan berupa kondisi alam dan kontur tanahnya, hal menyenangkan yang bisa menggugah selera adalah kuliner di Kondang Merak menyajikan berbagai menu khas pantai seperti gurita asam manis, gurita saus tiram, kuah pedas kepala ikan laut, fish kebab, dan menu andalan sate tuna. Keterampilan masyarakat kampung nelayan Kondang Merak dalam mengolah masakan serba ikan tak lepas dari perjuangan seorang mantan pelayar internasional yang mengasingkan diri dan menghabiskan hidupnya di pedalaman pantai Kondang Merak. Beliau (nama tidak saya sebutkan) mengajarkan tentang cara memasak yang enak, mengolah hasil laut, budidaya terumbu karang, rumput laut, penanaman pohon bakau, dan pelestarian lingkungan. Selain itu, kampung nelayan Kondang Merak yang tidak pernah tersentuh aliran listrik negara, dapat menikmati cahaya terang dari listrik tenaga surya yang diusahakan sendiri melalui perjuangan “pahlawan” tersebut.
Photo by: Lis

Sekilas Tentang Kondang Merak

Bagi saya pribadi, ini kali ke sekian berkunjung ke Kondang Merak. Sejak tujuh tahun lalu (bersama pengurus OSIS/MPK dan Pembinanya) saya sudah mulai akrab dengan lingkungan Kondang Merak dalam misi reboisasi hutan bakau di sekitar kondang dan membuat “rumah baca” bagi anak-anak nelayan di sana. Secara berkala kami datang untuk mengetahui perkembangan di sana. Namun, setelah saya pindah tugas, tidak lagi sempat berkunjung ke sana dalam misi lingkungan.
Photo by: Lis

Pesona alam Kondang Merak sesungguhnya tidak hanya pantainya yang indah dan bersih, namun juga telaga air payau, dan air terjun yang dapat dicapai dengan tracking menyusuri jalan setapak dan semak belukar ke arah timur dari garis pantai, kemudian mengikuti sisi kiri telaga. Sesekali harus jalan merunduk untuk menghindari ranting-ranting pohon liar yang menutup bagian atas jalan, membentuk semacam terowongan.

Photo by:Reza
Tumpahan air terjun mengalir membentuk sungai  ke arah laut. Selain itu, hempasan air laut ke daratan juga membentuk anak sungai yang bermuara di telaga. Itulah pertemuan air tawar dan air laut terjadi dan membentuk air payau. Telaga air payau itulah yang dalam bahasa lokal disebut dengan “kondang”. Dinamakan Kondang Merak karena telaga tersebut dahulu merupakan tempat kawanan burung merak turun minum. Namun pada tahun 1980-an merak berangsur-angsur punah akibat perburuan liar orang-orang yang egois dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian alam. Saya sarikan informasi ini berdasarkan hasil perbincangan dengan beliau, seseorang yang telah saya ceritakan di awal.
Photo by: Lis

Dalam touring kali ini kami punya misi untuk mempromosikan wisata di wilayah Malang Raya melalui foto, video, dan cerita kepada khalayak umum, teristimewa kepada kawan sesama club karena induk FEvCI Chapter Jawa Timur adalah FEvCI Pusat yang berkedudukan di Jakarta dengan member di seluruh Indonesia. Oleh karena itu target kami bukan jarak dan waktu tempuh minimal menuju destinasi, sehingga jalur yang kami tempuh melambung dimulai dari Taman Rekreasi dan Kampung Seni Bonderland Pakisaji Kabupaten Malang (Milik Cak Jacub Eko Setiawan) dengan rute:
Pakisasji-Kepanjen-Gondanglegi-Turen-Suwaru-Sumberejo-Bantur-Sumberbening-Bandungrejo-Tumpakrejo-Srigonco-Sitiarjo-Tambakrejo-Sumberagung-Hargokuncaran-Druju-Sumbermanjing Wetan-Banjarejo-Gondanglegi Kulon-Bulupitu-Sukorejo-Kedung Pedaringan-Kepnajen.
Photo by: Lis

Dari rute yang kami lalui tersebut, ada dua pantai kami singgahi dan beberapa pantai lainnya kami lewati, yaitu pantai Kondang Merak, Pantai Selok, Pantai Ngantep, Pantai Goa China, Pantai Bajul Mati, dan Pantai Tamban.  Di area Pantai Tamban inilah senja perlahan mulai menghilang. Hari beranjak malam. Kami menyusuri gelap malam di antara sawah, lembah, hutan, bukit, dan perkampungan.
Photo by: Lis

Di rumah makan Nayamul Kepanjen, kami berkumpul untuk berpisah melanjutkan perjalanan ke rumah masing-masing, ke kota masing-masing. Next trip selalu kami nantikan untuk membina komitmen silaturahmi di antara kami, sesuai dengan slogan FEvCI Chapter Jawa Timur “Guyup rukun seduluran saklawase” artinya: Persaudaraan yang solid dan rukun untuk selamanya. (Lis)



Photo by: Lis