22 Desember 2008

SILUET RINDU


(Kutulis puisi ini untuk Ibu, wanita tabah, suri teladanku)

 

Selamat Pagi Ibu...

Kuawali hari ini bersama deritan terbukanya daun pintu
Di antara rintihan gerimis pagi dan angin mendesah lalu menderu
Terbentuk siluet wajahmu
Tatapanmu yang teduh menderas getah rindu
Men
gucur sepanjang waktu

Ibu...
Di tubuhku ini mengalir darahmu 
Tanpa gemericik, tanpa gemuruh
Senyap, bagai zikir yang mengalun di setiap embus
an napasmu
Serupa melodi dalam harmoni yang berpadu


Tak ada yang lebih indah dari ini:

Saat kauseru namaku, kuseru namamu dalam doa

Ibu...
Tak pernah sampai bila kuselam palung
kerinduanmu
Jalanku berliku, kecipak tak mampu menembus batas waktu
Arus dan terumbu seolah barier menuju dasarmu
Namun restumu membayang dan menyatu
Dalam langkahku

Ibu...
Telah kutinggalkan kau karena darma baktiku
Cinta kasih dan hormatku tak perlu kau ragu
Telah kupautkan hatiku di hatimu
Telah kuukir rumahmu dalam kalbuku
Dan kusinggahi dalam setiap kembara mimpi-mimpiku
Bagaimana mungkin kumelupakanmu?
Sedang dalam terpejam pun,engkau tampak di mata khayalku

Ibu...
Bila kulelah berlayar dalam samudera
kehidupanku
Aku ingin bersandar di pangkuanmu seperti dahulu
Lalu kau ceritakan dongeng imajiner tentang Kalap dan Kuthu 
yang berumah di bawah pohon perdu


Oh Ibu, membayangkan wajahmu adalah energi pelepas penat dan bebanku

 

Malang, 22 Desember 2008



20 Desember 2008

Persahabatan dari Negeri Jiran


Hari ini saya bahagia karena telah mendapatkan "Award" Persahabatan
Menurut bahasa Melayu = Pengiktirafan) dari
Tuan Nik Abd. Rahman Raja Soh ,
seorang kawan dari Negeri Jiran Malaysia. Sebenarnya ada dua "award" yang diberikan oleh kawan saya tersebut
tetapi award yang pertama saya malu untuk mempublikasikan.Saya merasa tidak layak menerimanya.
Selain "Award", saya juga mendapatkan "Lencana Persahabatan": Berikut ini pengantar dari Tuan Nik Abd. Rahman Raja Soh :
Persahabatan pada saya seumpama tangan dan mata,
saat tangan terluka, mata menangis.
Di saat mata menangis, tangan menghapuskan air mata.
Nilai persahabatan amat tinggi pada saya.
Oleh itu saya sangat berbesar hati sekiranya sahabat-sahabat saya sudi menerima lencana ini sebagai tanda persahabatan saya dengan kalian.

Terima kasih Sir...
Semoga persahabatan kita tetap terjalin.
Ikatkan satu ujung tali silaturahmi ini di Malaysia
dan ujung yang lain saya ikat di Indonesia.



17 Desember 2008

Lagu Jamu - Jamu

Suwe ora jamu  
2   3   2   3  
Jamu godhong telo  
2   1   2   3  
Suwe ora ketemu  
3   5   6   5  
Ketemu pisan gawe gelo  
4   2   1   6  

        Begitulah salah satu bait tembang Jawa yang sering mengalun di antara iringan gamelan. Gamelan spesialis pegangan saya bernama Slenthem. Lempengan besi, perunggu, atau perak berbentuk persegi panjang yang ditata sejajar menggantung di antara tali pengait. Di bawahnya terdapat tabung silinder dengan diameter permukaan yang berbeda sebagai pengatur nada. Tidak berbunyi nyaring namun keberadaannya sangat dibutuhkan sebagai penyelaras nada. 
        Fungsi slenthem sama dengan bass dalam alat musik modern. Slenthem bertempo lambat, tidak bisa dinamis seperti sharon, demung, atau peking. Dalam irama dangdut misalnya, slenthem tetap ”lombo” di antara pukulan-pukulan dinamis gamelan yang lain.  Itu adalah filosofi kesabaran dalam menjalani kehidupan. Bagaimana mengatur emosi di antara perbedaan derap dan irama hidup antarsesama. 
        Manusia harus mempertahankan karakter dan eksistensinya agar tetap survive dalam kerasnya kehidupan dunia. Manusia tidak boleh mudah terpengaruh apalagi latah atau mengekor orang lain. Jangan termakan peribahasa Ke mana angin deras bertiup, ke sana pula condongnya.  
        Syair tembang Jawa yang sederhana tersebut memberi amanat yang luar biasa kepada kita. Dalam syair tersebut diungkap keprihatinan terhadap sifat buruk manusia yang selalu mengecewakan orang lain. Bahkan mereka yang sudah lama tidak bertemu pun tetap mengecewakan dalam pertemuannya. Sayang sekali, betapa sulitnya membahagiakan orang lain. 
      Setiap melantunkan tembang itu saya selalu teringat oleh seseorang yang pernah menyampaikan pesan di ujung kematiannya. Waktu itu hari Selasa, sepuluh tahun yang lalu. Seorang murid meminta izin untuk memberikan puisi. Dengan senang hati saya menerimanya. Sesampai di rumah, ketika saya sedang beristirahat sambil membaca puisi tersebut: 

 ...  
Jadikan setiap pertemuan hanya makna 
 Lalu boleh kau katakan ”Selamat Tinggal
...  

        Saya berpikir: Alangkah indahnya hidup ini, jika dalam setiap jumpa manusia selalu bermakna,tidak saling menyakiti, tidak meninggalkan penyesalan. Tak ada beban apa pun walau harus berpisah atau meniggal dunia. Belum selesai apresiasiku, seseorang mengetuk pintu. Ia mengabarkan bahwa murid saya meninggal dunia, lelaki yang puisinya masih dalam genggamanku.  
***

10 Desember 2008

Sholat Idhul Adha bersama Kepala Dinas Pendidikan

Senin, 8 Desember 2008. Pagi yang bertabur gerimis,saya jadi ingat cerpen Nugroho Notosusanto berjudul "Hujan Kepagian". Bersama 7 murid saya bergegas ke Kantor Dinas Pendidikan Kota Malang. Keberangkatan saya bukan untuk urusan dinas, melainkan turut merayakan hari raya dengan Sholat Id bersama Kepala Dinas Pendidikan Kota Malang, Dr.H.M.Shofwan, S.H., M.Si. Pesan khotib (Ustad Sadjid) sangat berkesan: Keberhasilan bangsa dan negara dimulai dari keluarga yang solid, mempunyai komitmen yang kuat dan kesamaan tujuan, rela berkorban, dan agamis, seperti yang diteladankan keluarga Nabi Ibrahim alaihissalam. Semoga negeri ini dipenuhi oleh keluarga-keluarga seperti itu sehingga Indonesia yang tercintai ini menjadi negara yang jaya, kuat, dan rakyatnya sejahtera.

07 Desember 2008

Deklarasi Supporter Indonesia Damai II

Bapak Budi Harsono, Kepala SMAN 7 Malang bersama para siswa
Sabtu, 6 Desember 2008.
Hari yang tidak biasa: Saat itu pusat kegiatan sekolah berpindah ke Stadion Gajayana bersama 900 siswa. Sejak matahari mulai mengintip, saya sudah berkemas-kemas untuk berangkat ke Stadion Gajayana. Belum sampai ke pintu stadion, saya sudah tak bisa lewat karena puluhan ribu pelajar dan Aremania menuju ke arah yang sama. Macet total. Sulit menuju tempat yang telah disepakati untuk berkumpul. Aak-anak berpencar karena tidak bisa menempatkan diri sesuai dengan "titik koordinat dan deklinasinya". Megapon yang  saya gunakan sama sekali tidak memenuhi ekspketasi. Bising suara manusia dan mesin kendaraan saling berkolaborasi menjadi nada yang memusingkan. Awal yang sulit bagi tewujudnya sebuah komitmen untuk perdamaian, antikekerasan, dan peperangan melawan narkoba. Sesuatu yang baik kadang memang sulit dilakukan bahkan untuk memulainya pun membutuhkan perjuangan dan pengorbanan. Seperti saat ini.

Setelah sekian lama bersusah payah akhirnya semua masuk stadion satu per satu. Lokasi yang seharusnya ditempati para siswa (sesuai dengan kesepakatan dalam TM) ternyata sudah "diduduki pasukan" lain. Warna biru tak lagi menyatu, hanya seumpama noktah kecil di tribun stadion.

Ketika acara dimulai, mereka bersatu menyerukan yel-yel sesuai dengan ucapan pemandu acara, menggerakkan kedua tangannya ke kanan dan ke kiri, dan bertepuk sesuai irama. Darah muda remaja bergelora dalam satu jiwa: Bersatulah para supporter di seluruh Indonesia. Damailah bersama dunia...

Itulah ajang DEKLARASI SUPPORTER INDONESIA DAMAI II.
Hadir dalam pesta tersebut: Menteri Pemuda dan Olahraga (Bpk. Adhiaksa Dault) dan Kapolri (Jenderal (Pol) Bambang Hendarso Danuri).

Aremania: SALAM SATU JIWA