18 Mei 2009

"I Love You Just The Way You Are"

Saya tertarik dengan kiriman seorang kawan di Milis Sarikata yang mengutip tulisan Clara Moningka dengan gaya "saya":

Saya sangat terharu ketika datang menghadiri perayaan hari ulang
tahun pernikahan ke-60 seorang kenalan. Betapa bahagianya pasangan
yang merayakan. Mereka duduk berdampingan sambil bergandengan
tangan. Senyum menghiasi wajah keduanya. Seorang rekan yang hadir
bertanya "Apakah kita bisa seperti mereka, punya cinta yang tak
tergerus waktu?"

Seiring dengan perkembangan zaman, pernikahan sebagai suatu ikatan
sakral antarmanusia mulai dipertanyakan. Perselingkuhan menjadi hal
yang biasa dilakukan. Perceraian pun lazim kita dengar dan kita
tanggapi secara biasa pula. Kesetiaan menjadi kata yang sulit
dilaksanakan. Sampai di manakah batas kesetiaan manusia? Akankah
cinta yang tadinya ada menjadi tiada? Apakah benar kita dapat
mencintai seseorang untuk selama-lamanya? Di saat susah, di kala
senang, sampai ajal memisahkan? Bagaimana mewujudkan cinta seperti
itu?

Saat saya berkumpul dengan beberapa orang teman, kami berbincang-
bincang mengenai makna kesetiaan dan hakikat pernikahan. Maklum,
beberapa di antara kita akan melangkah ke jenjang pernikahan.
Pernikahan menjadi topik seru yang diperbincangkan mulai dari
persiapan, pesta, hingga calon pasangan. Soal pasangan masing-masing
adalah hal paling menarik dibahas. Sampai di mana kita merasa cocok
dengan pasangan kita? Seorang teman mengisahkan pengalaman rekan di
kantornya yang membatalkan pernikahan meskipun waktu tinggal sebulan
lagi. Kami semua terkaget-kaget karena persiapan sudah sedemikian
mantap. Gedung tempat pesta sudah dibayar, foto prewedding sudah
kelar, undangan hampir disebar. Apa yang terjadi? Ternyata sang pria
merasa tidak siap untuk menikah dan merasa tidak cocok dengan sang
wanita. Padahal pasangan itu berpacaran lebih dari lima tahun.

Menyatukan dua orang dengan latar belakang yang berbeda, bahkan
sangat berbeda, bukanlah hal yang mudah. Budaya, pola asuh,
pendidikan, dan lingkungan keluarga serta pergaulan sangat
mempengaruhi perilaku seseorang dan kecocokannya dengan orang lain.
Terkadang yang kita anggap cocok saat ini, belum tentu cocok nanti.
Seiring dengan perjalanan waktu, kita tidak hanya melihat persamaan,
namun juga melihat perbedaan. Kemudian sampai di mana kita mampu
mengelola perbedaan tersebut menjadi sesuatu yang indah, di mana
yang satu dapat melengkapi yang lain? Bila kedua belah pihak tidak
dapat menerima perbedaan yang ada, atau malah hanya berdiam diri dan
menyimpan dalam hati tanpa membicarakannya, akan muncul masalah
dalam hubungan tanpa mereka sendiri.

Seringkali orang mencari pasangan berdasarkan penampilan fisik atau
materi semata. Padahal standar fisik (cantik, langsing, ganteng,
kekar) atau materi bersifat subjektif. Memang kadang hal tersebut
dapat membuat kita bahagia namun di mana esensi cinta?

Robert Sternberg, seorang psikolog mengemukakan konsepsi mengenai
cinta. Ia mengilustrasikan cinta dalam bentuk segitiga.

Cinta yang penuh atau lengkap adalah cinta yang disebut consummate
love, yakni kombinasi dari adanya keintiman (intimacy), hasrat
(passion), dan komitmen (commitment) . Cinta tanpa komitmen tidak
menunjukkan adanya kesetiaan dan saling mengasihi yang mendalam.
Cinta tersebut hanya karena nafsu, membara namun pada akhirnya
berpaling ketika ada objek cinta yang lain. Komitmen menandakan
adanya penerimaan antara yang satu dengan yang lain dan menjadikan
cinta sebagai sesuatu yang suci di antara mereka.

Di lain pihak, cinta tanpa hasrat merupakan cinta yang hampa.
Komitmen saja, misalnya karena terpaksa menikah karena pilihan orang
tua atau karena berhutang budi tanpa memiliki hasrat, menyebabkan
ikatan karena keharusan, bukan karena kerelaan. Baik, bila pada
akhirnya cinta dapat tercipta. Bila tidak, hubungan terasa hampa.

Cinta yang timbul karena komitmen dan hasrat semata, tanpa mau
mengenal pasangan lebih dalam dan berusaha memahami serta membangun
keintiman yang lebih dalam adalah cinta yang kekanak-kanakan.
Seperti cinta monyet. Esensi cinta juga sulit ditemukan dalam cinta
semacam ini. Masalah dapat timbul dan cinta dapat hilang begitu
saja.

Bila kita mampu membangun komitmen, mengenal pasangan kita lebih
jauh, memahami dirinya sebagai pribadi yang unik dan kita cintai,
memiliki hasrat untuk bersamanya, maka kita akan mendapatkan cinta
seutuhnya. Tidak mudah memang. Namun, belajar untuk menerima, saling
membangun satu sama lain, dan menyadari bahwa cinta saya adalah pada
pribadi ini dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya adalah cinta
yang sebenarnya.

Pada dasarnya, mewujudkan hal tersebut tidak semudah ketika saya
menuliskannya. Seperti telah diungkapkan di atas, menyatukan segala
perbedaan bukan hal yang mudah. Berusaha untuk menerima dengan
lapang dada, tidaklah mudah. Tetapi pasangan seperti apakah yang
kita cari? Sampai kapan kita akan menemukan pasangan yang sempurna?
Jawabannya tidak akan pernah ada kecuali kita sendiri yang
menciptakan kesempurnaan itu. Cinta yang timbul dari hati, dari
kejujuran dan ketulusan, love actually alias I love you just the way
you are. Hal tersebut pada akhirnya akan membantu kedua belah pihak
menyelesaikan masalah yang ada. Toh kita tidak akan tetap muda dan
terus mencari dan mencari. Suatu hari kita akan merasakan kerinduan
untuk berbagi dengan orang yang penting dalam hidup kita, ingin
menggenapkan tugas perkembangan kita yaitu membangun keluarga.

Pada saatnya nanti, pernikahan bukanlah permainan, bukan hanya
sekadar pesta, namun merupakan janji suci dua insan. Apakah akan
berakhir dengan kesedihan karena sikap egois dan seenaknya sendiri
atau berakhir bahagia hingga akhir waktu kita sendiri yang dapat
menentukan.



04 Mei 2009

Bina Mitra dan Pengembangan Diri Siswa

Bina Mitra Polisi-Sekolah 

Berdasarkan laporan pihak kepolisian, banyak anak usia remaja (dalam hal ini siswa) tidak hanya nakal, tetapi juga telah menjadi pelaku kriminal. Fenomena ini sangat mengkhawatirkan orang tua, guru, dan masyarakat umum. Oleh karena itu Dinas Pendidikan Kota Malang (khususnya SMA Negeri 7 Malang) bekerja sama dengan Polresta Malang dalam program Bina Mitra untuk menekan angka kenakalan dan kriminal yang dilakukan oleh siswa. Tim yang terdiri atas petugas kepolisian, Dinas Pendidikan, dan di dampingi oleh Kepala Sekolah serta Waka Kesiswaan, melakukan pembinaan dan razia secara berkala di kelas-kelas. 

Materi pembinaan meliputi: budi pekerti, sopan santun berlalu lintas, bahaya rokok, bahaya narkoba, hak dan kewajiban warga negara, dan hal-hal yang secara spesifik berkaitan langsung dengan gaya hidup remaja.

Sedangkan razia dilakukan terhadap telepon seluler dan barang-barang bawaan siswa yang berbahaya, atau mengandung unsur pornografi, pemeriksaan knalpot kendaraan bermotor, serta razia terhadap siswa yang berkeliaran di tempat umum pada saat jam sekolah. 

Tidak semua siswa menerima dengan baik pelaksanaan program ini, terutama siswa yang berkategori ”nakal”. Mereka selalu memandang segala sesuatu dari ”suka atau tidak suka”. Sehingga apa pun yang membuatnya tidak suka, pasti menolak, memberontak, atau bahkan melakukan perlawanan, termasuk penegakan peraturan dan disiplin sekolah yang ditangani oleh Tim Tatib. Para siswa lupa, bahwa memandang sesuatu seharusnya menggunakan ukuran ”benar atau salah”sehingga jelas sumber hukumnya. Korelasi antara pelanggaran dan hukuman yang terjadi (hukum sebab-akibat) pun jelas dan tidak perlu ada pertanyaan ”Mengapa saya dihukum?”. 

Berkaitan dengan Program Bina Mitra ini siswa "nakal" beranggapan bahwa kehadiran polisi di sekolah akan mengganggu proses belajar mengajar. Tentu pernyataan demikian tidak benar, karena hakikat belajar di sekolah adalah pembelajaran dan pendidikan. Dan belajar dikatakan berhasil apabila terjadi perubahan tingkah laku, dari tidak baik menjadi baik, dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi mengerti, dan dari tidak terampil menjadi terampil. 

Pendidikan dapat dilakukan dengan berbagai metode sesuai dengan karakteristik siswa dan kondisi yang ada. Guna mengalihkan perbuatan siswa dari kenakalan dan kriminal tersebut, selain melaksanakan program Bina Mitra, sekolah juga memberikan fasilitas pengembangan diri. Sehingga siswa tidak memiliki banyak waktu luang yang bisa digunakan untuk melakukan perbuatan tercela.

Pengembangan diri diwujudkan dalam kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, dan minat sesuai dengan kondisi sekolah. Pengembangan diri bertujuan membantu kemandirian siswa agar potensi, bakat, minat, pengetahuan, sikap serta keunikan dirinya dapat berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar dan karir melalui proses pembiasaan, pemahaman diri dan lingkungan serta pemanfaatannya untuk mencapai kebahagiaan hidup. 

Pengembangan diri dapat diaktualisasikan melalui: 
1. Penataan Kultur Sekolah 
2. Proses Pembelajaran 
3. Program BK 
4. Kegiatan Ekstrakurikuler 

Kegiatan ekstrakurikuler dalam hal ini harus memenuhi 4 fungsi:  
1. Pengembangan 
 Mengembangkan kemampuan dan kreativitas 
2. Sosial 
 Mengembangkan kemampuan dan rasa tanggung jawab sosial 
3. Rekreatif 
 Mengembangkan suasana rileks, mengembirakan, dan menyenangkan 
4. Persiapan Karier 
 Mengembangkan kesiapan karier 

Guna memfasilitasi pengembangan diri siswa, SMA Negeri 7 Malang menyediakan 23 jenis kegiatan ekstrakurikuler, yaitu: BDI, Pramuka,Gulat, Mading Jurnalistik, Paduan suara, Sepak Bola, Futsal, Bola Basket, KIR, Karawitan, Karate, PMR, Paskibra, Pecinta Alam, Otomotif, Bola Voli, Tari, Cheerleader, Modern Dance, Break Dance, Broadcasting, Marching Band. Secara khusus pengembangan diri dapat uraikan sebagai berikut. - Mengikuti kegiatan ekstrakurikuler yang ada di sekolah. - Memanfaatkan layanan konseling BK - Melaksanakan upacara bendera. - Senam kesegaran jasmani - Sholat berjamaah di sekolah - Santun kepada orang lain. - Pemeriksaan kesehatan - Kunjungan ke perpustakaan - Memberi salam, sapa, dan senyum - Membuang sampah pada tempatnya - Budaya antri - Berpakaian rapi - Menghargai hasil karya orang lain - Datang tepat waktu - Hidup sederhana - Tidak merokok - Menaati peraturan sekolah - dll.