27 Juni 2008

Ngopi Bareng Taufiq Ismail

Begitulah acara itu dinamakan. Atas jasa Forkis UM, Bapak Taufiq Ismail datang ke Malang bersama Sdr. O. Solihin, penulis buku best seller berjudul Jangan Jadi Bebek. Saya sebut saudara karena usianya lebih muda empat tahun dari pada saya. Sungguh penulis muda yang berbakat dan sukses. Selain itu Sdr. O. Solihin juga agamis dan baik hati, saya salut. Dalam dialog tersebut Bapak Taufik Ismail mengampanyekan Anti Gerakan Syahwat Merdeka yang menodai dunia sastra.


Sastra harus dibebaskan dari liberalisme, baik yang mengatasnamakan seni maupun kebebasan berekspresi. Dalam kesempatan tersebut beliau juga membacakan puisi tentang 100 tahun Kebangkitan Nasional dan membacakan memoarnya untuk Alm. Chrisye. Terutama tentang proses rekaman lagu Ketika Tangan dan Kaki Bicara, yang syairnya diambil Pak Taufiq dari Surat Yaasin. Chrisye merasa luluh lantak dan tak kuat menyanyikannya. Pengalaman dahsyat sepanjang karirnya.

Ada seseorang yang berpesan kepada saya untuk dibelikan buku Mengakar ke Bumi Menggapai ke Langit karya terbaru Pak Taufiq. Ternyata tidak ada bursa buku. Lalu saya nekat mengemukakannya kepada Sdr. O. Solihin. Alhamdulillah. Buku tersebut dimiliki oleh saudaraku yang baik hati itu, hadiah dari Pak Taufiq. Atas izin Pak Taufiq buku tersebut (jilid 4) diberikan kepada saya walaupun telah bertuliskan:

Untk Sdr O. Solihin
dengan salam
Taufiq Ismail


Terima kasih Saudaraku, hanya Allah yang dapat membalas berlipat-lipat atas kemurahan hati Anda. Saya minta maaf telah menyebabkan buku yang diberikan dengan penuh makna oleh Bapak Taufiq Ismail kepada Anda, berpindah ke tangan orang lain.

Ngopi Bareng Taufiq Ismail membuat saya teringat acara 8 tahun yang lalu. Pada tahun 2000, saya pernah memandu acara Bapak Taufiq Ismail yang fenomenal yaitu SBSB (Sastrawan Bicara Siswa Bertanya). Waktu itu saya masih berdinas di SMA Negeri 1 Pamekasan, Madura. Sekolah saya merupakan salah satu dari tempat-tempat di seluruh Indonesia yang dikunjungi TIM SBSB. Saya sangat bangga dan bersyukur dapat berdialog dengan sastrawan-sastrawan besar seperti, Taufiq Ismail dan istri, Hamid Jabbar (alm), D. Zawawi Imron, Joni Ariadinata, Jamal D. Rahman, Cecep Syamsul Hari, Ike Soepomo, Rayani Lubis, Putri Chairil Anwar, dan beberapa sastrawan top lainnya.

Selain diskusi tentang sastra, saya juga bertanya kepada Bapak Taufiq Ismail tentang arti kata Umbu pada puisi Beri Daku Sumba karya beliau.

/Di Uzbekistan ada padang luas dan berdebu/
/Aneh, aku jadi ingat pada Umbu/
...
Dalam pelajaran Apresiasi Puisi, saya selalu ragu-ragu untuk menginterpretasikan kata Umbu. Apakah kampung halaman, seperti kata dosen saya dahulu? Ataukah bermakna lain? Oleh karena itu, ketika acara SBSB selesai, saya beranikan diri untuk mencegat beliau di halaman sekolah. Saya bertanya,

" Pak, apa arti kata Umbu pada puisi Beri Daku Sumba?"
" Oo, Umbu itu teman saya, namanya Umbu Landu Paranggi."
" Mengapa Bapak teringat dia saat di Uzbekistan?"
" Karena dia berasal dari Sumba, Nusa Tenggara Timur, yang sebagian wilayahnya mirip dengan Uzbekistan."

" Oo.... terima kasih Pak."

Untuk Bapak Taufiq Ismail:
Saya kagum dan terinspirasi oleh sikap dan karya-karya Bapak.

Untuk Sdr. O. Solihin:
Semoga semakin sukses.