Karakter memiliki beberapa
pengertian, namun dalam tulisan ini karakter yang
dimaksud sepadan maknanya dengan watak atau budi pekerti. Sebagaimana tertera dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, yaitu istilah karakter yang bertanda nomor 1 dengan
penjelasan sebagai berikut:
ka.rak.ter1 /karaktêr/
- n sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau
budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain; tabiat; watak: ia mempunyai -- agak aneh dibandingkan
dengan kakaknya
ka.rak.ter2 /karaktêr/
- n Komp huruf, angka, ruang, simbol
khusus yang dapat dimunculkan pada layar dengan papan ketik
- n Komp simbol grafis yang tampak
sebagai tanda cetakan atau tampilan, seperti huruf alfabet, angka, atau
tanda baca
Karakter dalam Pendidikan Indonesia Kurikulum 2013 begitu digaungkan
bahkan dikuatkan dalam Peraturan Presiden. Dalam Perpres Nomor 87 Tahun 2017
Pasal 3 dijelaskan bahwa pendidikan karakter dilaksanakan
dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam pendidikan karakter terutama
meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin, bekerja keras,
kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin
tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif,
cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan bertanggung
jawab.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan sebagai
representasi Pemerintah, yang bertanggung jawab dalam pembinaan karakter di sekolah, telah mengkristalkan pendidikan karakter dengan istilah baru yaitu
Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Kristalisasi Pengembangan nilai-nilai
karakter yang sebelumnya sebanyak 18 tersebut
kini hanya menjadi 5 Nilai Karakter yaitu:
1. Religius
2. Nasionalis
3. Mandiri
4. Gotong Royong
5. Integritas
Pertanyaan saya sebagai guru Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia/Sastra Indonesia SMA, mengapa materi SASTRA dalam Pendidikan Indonesia
Kurikulum 2013 seolah ”dikebiri” bahkan tidak lagi sebagai hal yang dianggap penting dalam menumbuhkan karakter generasi Emas Indonesia. Dalam implementasinya, Pemerintah justru mencari formula lain tentang Pendidikan Karakter. Karakter mana
lagi yang dicari? Dalam Gurindam Dua Belas dimuat
pendidikan karakter yang luar biasa, yang seiring waktu akan terkubur jika tidak lagi dipandang oleh pemangku kebijakan Pendidikan Indonesia. Dalam Kurikulum 2013, gurindam tiba-tiba dimunculkan dalam materi pembelajaran, namun tidak sinkron dengan apa yang ditulis secara eksplisit dalam Kompetensi Dasar (KD).
Gurindam yang
sarat dengan pendidikan karakter tersebut telah lahir 171 tahun lalu di belantara sastra Indonesia. Gurindam Dua Belas ditulis oleh Raja
Ali Haji pada tahun 1847. Beliau sastrawan, ulama, dan sekaligus Pahlawan
Nasional dari Pulau Penyengat, Kepulauan Riau. Gurindam Dua Belas disusun menjadi 12 pasal, 82 bait, dan 164 baris. Namun Gurindam
Dua Belas telah tersingkir dari Kurikulum Pendidikan Indonesia. Dalam khasanah kesusasteraan Indonesia,
gurindam termasuk Karya Sastra Lama jenis puisi.
Gurindam adalah sajak yang terdiri
atas dua baris tiap bait. Baris ke-1 dan baris ke-2 dalam gurindam memiliki hubungan
yang berkesinambungan. Gurindam tidak bersampiran, baris pertama dan baris kedua (keduanya) merupakan isi. Gurindam
memiliki sajak/rima sama (a-a) dan mengandung petuah atau nasihat, petunjuk,
dan ilmu.
Berikut adalah teks Gurindam Dua Belas.
Gurindam Dua Belas
Karya Raja Ali
Haji
Fasal 1
Barang
siapa tiada memegang agama,
sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.
Barang siapa mengenal yang empat,
maka ia itulah orang yang ma'rifat
Barang siapa mengenal Allah,
suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.
Barang
siapa mengenal diri,
maka telah mengenal akan Tuhan yang bahri.
Barang
siapa mengenal dunia,
tahulah ia barang yang teperdaya.
Barang
siapa mengenal akhirat,
tahulah ia dunia mudarat.
Fasal 2
Barang
siapa mengenal yang tersebut,
tahulah ia makna takut.
Barang
siapa meninggalkan sembahyang,
seperti rumah tiada bertiang.
Barang
siapa meninggalkan puasa,
tidaklah mendapat dua termasa.
Barang
siapa meninggalkan zakat,
tiadalah hartanya beroleh berkat.
Barang
siapa meninggalkan haji,
tiadalah ia menyempurnakan janji.
Fasal 3
Apabila
terpelihara mata,
sedikitlah cita-cita.
Apabila
terpelihara kuping,
khabar yang jahat tiadalah damping.
Apabila
terpelihara lidah,
niscaya dapat daripadanya paedah.
Bersungguh-sungguh
engkau memeliharakan tangan,
daripada segala berat dan ringan.
Apabila
perut terlalu penuh,
keluarlah fi'il yang tiada senunuh.
Anggota
tengah hendaklah ingat,
di situlah banyak orang yang hilang semangat
Hendaklah
peliharakan kaki,
daripada berjalan yang membawa rugi.
Fasal 4
Hail
kerajaan di dalam tubuh,
jikalau lalim segala anggotapun rubuh.
Apabila
dengki sudah bertanah,
datanglah daripadanya beberapa anak panah.
Mengumpat
dan memuji hendaklah pikir,
di situlah banyak orang yang tergelincir.
Pekerjaan
marah jangan dibela,
nanti hilang akal di kepala.
Jika
sedikitpun berbuat bohong,
boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.
Tanda
orang yang amat celaka,
aib dirinya tiada ia sangka.
Bakhil
jangan diberi singgah,
itupun perampok yang amat gagah.
Barang
siapa yang sudah besar,
janganlah kelakuannya membuat kasar.
Barang
siapa perkataan kotor,
mulutnya itu umpama ketor.
Di mana
tahu salah diri,
jika tidak orang lain yang berperi.
Fasal 5
Jika
hendak mengenai orang berbangsa,
lihat kepada budi dan bahasa,
Jika
hendak mengenal orang yang berbahagia,
sangat memeliharakan yang sia-sia.
Jika
hendak mengenal orang mulia,
lihatlah kepada kelakuan dia.
Jika
hendak mengenal orang yang berilmu,
bertanya dan belajar tiadalah jemu.
Jika
hendak mengenal orang yang berakal,
di dalam dunia mengambil bekal.
Jika
hendak mengenal orang yang baik perangai,
lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.
Fasal 6
Cahari
olehmu akan sahabat,
yang boleh dijadikan obat.
Cahari
olehmu akan guru,
yang boleh tahukan tiap seteru.
Cahari
olehmu akan isteri,
yang boleh dimenyerahkan diri.
Cahari
olehmu akan kawan,
pilih segala orang yang setiawan.
Cahari
olehmu akan abdi,
yang ada baik sedikit budi,
Fasal 7
Apabila
banyak berkata-kata,
di situlah jalan masuk dusta.
Apabila
banyak berlebih-lebihan suka,
itulah landa hampirkan duka.
Apabila
kita kurang siasat,
itulah tanda pekerjaan hendak sesat.
Apabila
anak tidak dilatih,
Jika besar bapanya letih.
Apabila
banyak mencela orang,
itulah tanda dirinya kurang.
Apabila
orang yang banyak tidur,
sia-sia sahajalah umur.
Apabila
mendengar akan khabar,
menerimanya itu hendaklah sabar.
Apabila
menengar akan aduan,
membicarakannya itu hendaklah cemburuan.
Apabila
perkataan yang lemah-lembut,
lekaslah segala orang mengikut.
Apabila
perkataan yang amat kasar,
lekaslah orang sekalian gusar.
Apabila
pekerjaan yang amat benar,
tidak boleh orang berbuat onar.
Fasal 8:
Barang siapa khianat akan dirinya,
apalagi kepada lainnya.
Kepada dirinya ia aniaya,
orang itu jangan engkau percaya.
Lidah yang suka membenarkan dirinya,
daripada yang lain dapat kesalahannya.
Daripada
memuji diri hendaklah sabar,
biar dan pada orang datangnya khabar.
Orang
yang suka menampakkan jasa,
setengah daripada syarik mengaku kuasa.
Kejahatan
diri sembunyikan,
kebalikan diri diamkan.
Keaiban
orang jangan dibuka,
keaiban diri hendaklah sangka.
Fasal 9
Tahu pekerjaan tak baik tetapi dikerjakan,
bukannya manusia yaitulah syaitan.
Kejahatan seorang perempuan tua,
itulah iblis punya penggawa.
Kepada segala hamba-hamba raja,
di situlah syaitan tempatnya manja.
Kebanyakan
orang yang muda-muda,
di situlah syaitan tempat berkuda.
Perkumpulan
laki-laki dengan perempuan,
di situlah syaitan punya jamuan.
Adapun
orang tua yang hemat,
syaitan tak suka membuat sahabat
Jika
orang muda kuat berguru,
dengan syaitan jadi berseteru.
Fasal 10
Dengan
bapa jangan durhaka,
supaya Allah tidak murka.
Dengan
ibu hendaklah hormat,
supaya badan dapat selamat.
Dengan
anak janganlah lalai,
supaya boleh naik ke tengah balai.
Dengan
isteri dan gundik janganlah alpa,
supaya kemaluan jangan menerpa.
Dengan kawan hendaklah adil
supaya tangannya jadi kafill.
Fasal 11
Hendaklah
berjasa,
kepada yang sebangsa.
Hendaklah
jadi kepala,
buang perangai yang cela.
Hendaklah
memegang amanat,
buanglah khianat.
Hendak
marah,
dahulukan hajat.
Hendak
dimulai,
jangan melalui.
Hendak
ramai,
murahkan perangai.
Fasal 12
Raja
muafakat dengan menteri,
seperti kebun berpagarkan duri.
Betul
hati kepada raja,
tanda jadi sebarang kerja.
Hukum
adil atas rakyat,
tanda raja beroleh anayat.
Kasihan
orang yang berilmu,
tanda rahmat atas dirimu.
Hormat
akan orang yang pandai,
tanda mengenal kasa dan cindai.
Ingatkan
dirinya mati,
itulah asal berbuat bakti.
Akhirat itu terlalu nyata,
kepada hati yang tidak buta.
Sumber:
KBBI
Perpres Nomor 87 Tahun 2017
Gurindam Dua Belas