(Kutulis puisi
ini untuk Ibu, wanita tabah, suri teladanku)
Selamat Pagi
Ibu...
Kuawali hari
ini bersama deritan terbukanya daun pintu
Di antara rintihan gerimis pagi dan angin mendesah lalu menderu
Terbentuk siluet wajahmu
Tatapanmu yang teduh menderas getah rindu
Mengucur
sepanjang waktu
Ibu...
Di tubuhku ini mengalir darahmu
Tanpa gemericik, tanpa gemuruh
Senyap, bagai zikir yang mengalun di setiap embusan napasmu
Serupa melodi dalam harmoni yang berpadu
Tak ada yang lebih indah dari ini:
Saat kauseru
namaku, kuseru namamu dalam doa
Ibu...
Tak pernah sampai bila kuselam palung kerinduanmu
Jalanku berliku, kecipak tak mampu menembus batas waktu
Arus dan terumbu seolah barier menuju dasarmu
Namun restumu membayang dan menyatu
Dalam langkahku
Ibu...
Telah kutinggalkan kau karena darma baktiku
Cinta kasih dan
hormatku tak perlu kau ragu
Telah kupautkan hatiku di hatimu
Telah kuukir rumahmu dalam kalbuku
Dan kusinggahi dalam setiap kembara mimpi-mimpiku
Bagaimana mungkin kumelupakanmu?
Sedang dalam terpejam pun,engkau tampak di mata khayalku
Ibu...
Bila kulelah berlayar dalam samudera kehidupanku
Aku ingin bersandar di pangkuanmu seperti dahulu
Lalu kau ceritakan dongeng imajiner tentang Kalap dan Kuthu yang berumah di
bawah pohon perdu
Oh Ibu, membayangkan wajahmu adalah energi pelepas penat dan bebanku
Malang, 22
Desember 2008